Merapi Kali Kedua!

Kali kedua ini saya berkunjung ke Gunung Merapi via Selo, Boyolali. Yang saya suka adalah ketika perjalanan naik angkutan umum dari Kota Boyolali menuju Pasar Cepogo, kemudian lanjut lagi naik bus mini tua yang kadang ngos-ngosan ketika dipaksa mendaki jalanan pegunungan lereng Merapi dan Merbabu hingga sampai ke bawah basecamp pendakian.

Suasananya masih sama seperti 2 dan 3 tahun lalu. Bergaul dengan ibu-ibu, nenek-nenek, ayam, sayur, buah, dll, didalam bus mini tua adalah hal yang paling seru selama perjalanan. Apalagi membantu mereka menurunkan belanjaannya dan kemudian mendapatkan senyum paling ramah, atau sekedar menjadi kenek dadakan karena muatan angkutan sudah penuh tidak ada lagi kursi yang tersisa. Hemm, Indonesia sekali, bukan?

Jam 9 pagi, saya sampai di Selo. Gunung Marapi disisi kiri jalan terlihat gagah berdiri. Separuh badannya berpasir menjulang hingga ke atas dengan pucuknya saja yang tertutup awan. Saya mengingat treknya yang luar biasa menguras tenaga, nafas, sampai membuat lutut bergetar. Maklum, sudah lama tidak naik gunung. Batin saya, tak sampai puncak tak masalah yang penting bisa bernostalgia dengan Merapi lagi.

Pendakian kali ini bertiga dengan kawan saya Kanzul, Nurdin, dan Zulkarnen. Seperti biasa, sebelum mendaki kami mendaftar ke pos perijinan dulu, lalu mengisi bekal air di New Selo karena di sepanjang jalur pendakian Gunung Merapi tidak ada sumber air. Satu orang membawa 3-4 botol air. Cukup berat, kawan. Ditambah lagi belanjaan logistik di pasar Cepogo tadi berupa beras, sayur, tempe, gula, dll. Tak ada makanan instan.

Oh ya, di New Selo saat ini sudah ada spot rumah-rumah panggung dari bambu semacam gardu pandang. Sangat cocok buat menghabiskan waktu liburan bersama keluarga, dan apalagi yang datang dengan pasangannya. Diatas gardu-gardu pandang yang didesain cantik ini kita bisa menikmati panorama Gunung Merababu yang saling berhadapan dengan Gunung Merapi.

Baik, mari kita berjalan!


Jalan beton sampai bertemu tanah setapak kami lewati dengan perlahan. Sangat perlahan. Kanan kiri masih tersaji pemandangan ladang dan kebun penduduk dengan berbagai macam tanaman. Menghadap ke belakang? Tentu akan melihat gagahnya Gunung Merbabu. Kalau cuaca bagus, dari sini sabana dan jalur pendakian Gunung Merbabu akan terlihat jelas, mengular sampai puncak.

Perjalanan dari New Selo ke Gerbang Hutan Merapi memakan waktu sekitar 60 menit. Waktu 1 jam tentu tidak berlaku bagi pendaki lelet seperti kami. Karena kenyataannya untuk berjalan dari New Selo ke Gerbang saja butuh waktu 1,5 jam. Ehm, saya jadi ingat pendakian tahun 2015 lalu ke Merapi, belum sampai gerbang saja saya dan rombongan sudah tertidur di tengah jalan, akhirnya dari New Selo Ke Gerbang saat itu butuh waktu 3 jam. Kapan sampainya? Santai saja, kawan!

Perlu diketahui, jalur Merapi dari New Selo Sampai Puncak hampir tidak ada yang landai kecuali dari Pasar Bubrah menuju ke Puncak, ada sedikit jalur menurun disitu. Lumayan untuk mengembalikan nafas yang tersengal-sengal. Tapi dari situ, trek dengan kemiringan 50 derajat akan menanti Anda, dan bersiaplah untuk sering-sering membersihkan sepatu dari kerikil-kerikil yang menyerebot masuk. Kecuali kalau Anda memakai Gaiter.

Dari gerbang hutan Merapi, mulailah kami melewati jalur berbatu dengan kemiringan yang bikin lutut bertemu dahi. Kadang sedikit memanjat batu, kadang juga harus menundukkan badan karena kayu-kayu yang roboh menghalangi. Hari ini juga gerimis, gampang sekali terpeleset kalau tidak berhati-hati mengayunkan langkah kaki.

Ketika sampai di pos 1 Watu Belah, gerimis masih belum mau berhenti. Untung saja tadi sebelum berangkat kami membeli ponco plastik di basecamp. Tapi tetap saja, yang namanya mantel plastik pasti bocor kalau terlalu sering bergesekan dengan tas keril yang super berat. Dan sayangnya di pos ini atapnya rusak, sehingga kami memilih untuk meneruskan perjalanan lagi menuju pos 2 karena rencananya akan bermalam disana.

Menuju pos 2 jalurnya mulai didomonasi bebatuan dengan pepohonan yang tidak terlalu tinggi. Kalau lelah, rasanya nyaman sekali jika selonjoran diatas batu-batu cadas besar ini. Bisa Anda bayangkan, setelah capek berjalan lalu selenjoran menikmati roti tawar dengan taburan cream susu sambil memandangi hamparan Gunung-gemunung dihadapan kita tentu menjadi kenikmatan yang amat sangat. Gunung Merbabu, Andong, Sumbing dan Sindoro terpampang jelas dihadapan mata.

Kawan, dalam keadaan seperti ini saya selalu terdiam beberapa saat untuk menikmati apa yang disajikan oleh Sang Pencipta. Memejamkan mata sejenak, lalu membuang pandangan dari ujung sampai ke ujung batas pandangan mata. Rasa syukur cukup saya dengungkan didalam hati. Batapa beruntungnya saya bisa bernostalgia lagi bersama eksotisnya Merapi dan keganasan alamnya.

Kira-kira jam enam sore kami sampai di pelataran pos 2. Sudah gelap. Dan campground juga sudah penuh karena hari ini pendakian lumayan ramai. Akhirnya saya dan tim harus mendirikan tenda dengan sedikit memakan jalur. Besok, kami akan mulai pendakian lagi menuju Puncak Merapi dari sini, dan tentu dengan membawa barang bawaan secukupnya saja.

Jujur, hal paling malas ketika mendaki adalah sewaktu proses masak-memasak. Tapi kali ini tidak, karena malam ini kami akan masak besar dan lupakan soal mie instan. Dari bawah tadi, saya sudah merencanakan untuk memasak nasi, sayur sop, tempe goreng, telur dadar dan lengkap dengan sambal terasinya. Ditambah puding sebagai pencuci mulut nantinya. Sungguh nikmat kan, kawan? Tidak sia-sia dari Surabaya kesini berat-berat membawa cobek.

Sebelum melanjutkan muncak besok pagi, bersambung dulu ya ceritanya!

Komentar